Menjelang pertengahan ramadhan wacana seorang pegawai sudah pasti berharap Tunjangan Hari Raya (THR) Mendapatkan THR di hari kemenangan sangat membantu untuk berbagi buat sanak keluarga dan tetangga. Apalagi Hari Lebaran H-2 berbagai harga sudah nampak ada kenaikan harga. Dari sinilah THR sangat membantu dalam financial keluarga dan seharusnya peraturan kementerian berjalan tentang UU sebagai penerapan di berbagai badan usaha  berbentuk PT, CV dan koperasi. 
Dari berbagai forum dan komunitas ojek online pada perusahaan yang sekarang menjadi raksasa transportasi dering seperti GOJEK atau GRAB semestinya sudah memberikan THR bagi driver yang sudah lama bergabung dan memajukan perusahaan. Mendekati Hari besar seperti lebaran saat ini driver ojek online banyak membincangkan permasalahan THR dan seharusnya bisa memberikan kebijakan yang membantu. Bahwa bulan ramadhan yang penuh berkah dan menyongsong hari kemenangan banyak sebagaian pekerja akan mendapatkan Tunjangan Hari Raya dan Tunjangan Hari Raya di tentukan perusahaan dengan berbagai tahapan. jika secara umum nya perhitungan THR bagi pekerja di lihat berapa lama pegawai sudah mendedikasikan pada perusahaan.

Ojek online yang sudah semarak di berbagai kota-kota besar yang pasar targetnya adalah jasa transportasi online yang sudah sangat membantu bagi semua kalangan kini yang harus di perhatikan dan di jembatani bagi semua driver online harus bisa mendapatkan THR agar mendapatkan keringanan perekonomian sesaat menjelang kenaikan berbagai harga pangan dan sandang dan jangan terus di paksakan dengan iming-iming bonus yang sangat sulit di gapai dengan parameter perbandingan yang tidak masuk akal. Kepantasan mendapatkan THR bagi Ojek online di karenakan jalanan merupakan resiko paling tinggi kecelakaan dan kematian atau cacat tubuh, di lansir dari data kepolisian.


Definisi THR

Tunjangan Hari Raya (THR) adalah Merupakan hak pendapatan pekerja yang wajib dibayarkan oleh Pengusaha/Perusahaan kepada pekerja menjelang Hari Raya Keagamaan yang berupa uang. Hari Raya Keagamaan disini adalah Hari Raya Idul Fitri bagi pekerja yang beragama Islam, Hari Raya Natal bagi pekerja yang beragama Kristen Katholik dan Protestan, Hari Raya Nyepi bagi pekerja bergama Hindu dan Hari Raya Waisak bagi pekerja yang beragama Buddha.

Dasar Hukum THR

Dasar Hukum dikeluarkannya peraturan tentang THR adalah Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 6 Tahun 2016 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan Bagi Buruh/Pekerja di Perusahaan dimana peraturan ini menggantikan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.PER.04/MEN/1994. Yang wajib membayar THR adalah setiap orang yang mempekerjakan orang lain dengan imbalan upah wajib membayar THR, baik itu berbentuk perusahaan, perorangan, yayasan atau perkumpulan. Sedangkan Pekerja yang berhak mendapatkan THR adalah pekerja yang telah mhempunyai masa kerja selama 1 (satu) bulan atau lebih secara terus-menerus. Peraturan ini tidak membedakan status pekerja apakah telah menjadi karyawan tetap, karyawan kontrak atau karyawan paruh waktu.

Besaran THR

  1. Pekerja/buruh yang telah mempunyai masa kerja 12 bulan secara terus menerus atau lebih sebesar 1 (satu) bulan upah.
  2. Pekerja/buruh yang mempunyai masa kerja 1 bulan secara terus menerus tetapi kurang dari 12 bulan diberikan secra proporsional dengan masa kerja yakni dengan perhitungan masa kerja/12 x 1 (satu) bulan upah .

Waktu Pemberian THR

THR harus diberikan paling lambat tujuh hari sebelum lebaran (H-7) hari keagamaan pekerja agar memberi keleluasaan bagi pekerja menikmatinya bersama keluarga. 
Status Karyawan yang Berhak Mendapatkan THR
Berdasarkan Permenaker No.6/2016 pasal 7 :
  1. Bagi seorang karyawan tetap (pekerja yang dipekerjakan melalui Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu) dan terputus hubungan kerjanya PHK terhitung sejak waktu 30 hari sebelum Hari Raya Keagamaan, maka ia tetap berhak THR. Maksudnya, jika hubungan kerjanya berakhir dalam jangka waktu 30 hari sebelum Hari Raya Keagamaan, maka pekerja yang bersangkutan tetap berhak atas THR (secara normatif). Namun sebaliknya, jika hubungan kerjanya berakhir lebih lama dari 30 hari, maka hak atas THR dimaksud gugur.
  2. Sedangkan bagi karyawan kontrak (pekerja yang dipekerjakan melalui Perjanjian Kerja Waktu Tertentu), walau kontrak hubungan kerjanya berakhir dalam jangka waktu 30 hari sebelum Hari Raya Keagamaan, tetap tidak berhak THR. Artinya, bagi karyawan kontrak, tidak ada toleransi ketentuan mengenai batasan waktu 30 (tiga puluh) hari dimaksud. Jadi bagi pekerja/buruh melalui PKWT, -hanya- berhak atas THR harus benar-benar masih bekerja dalam hubungan kerja –sekurang-kurangnya- sampai dengan pada “hari H” suatu Hari Raya Keagamaan -sesuai agama yang dianut- pekerja/buruh yang bersangkutan
Menurut Permenaker No.6/2016 pasal 10, pengusaha yang terlambat membayar THR kepada pekerja/buruh akan dikenai denda sebesar 5% (lima persen) dari total THR yang harus dibayar sejak berakhirnya batas waktu kewajiban Pengusaha untuk membayar. dikenakan denda seperti ini bukan berarti menghilangkan kewajiban Pengusaha untuk tetap membayar THR kepada pekerja/buruh. Sedangkan Pengusaha atau perusahaan yang melanggar ketentuan pembayaran THR akan diancam dengan hukuman sesuai dengan ketentuan pasal 17 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok mengenai Tenaga Kerja. Hukuman pidana kurungan maupun denda.

(di kutip dari kemnaker)